Ayah



"Sesuatu yang halal lebih berkesan meskipun sedikit, dari pada menikmati  yang banyak tapi tidak dari persediaan yang pantas."




"Apa ini?"

Ayah membanting pintu kulkas dengan keras. Salah satu tangannya menggenggam erat sekotak susu cair rasa coklat. Matanya melotot ke arahku yang sedang makan siang bersamanya hari itu.

"Itu susu punyaku," jawabku lemas. 
"Dari mana?" hardiknya lagi.
"Dikasih sama Wak Yah tadi. Dia punya banyak, aku dikasih 1 kotak," jawabku sambil berasumsi ayah mungkin akan marah sebab aku dikira meminta susu itu dari Wak Yah, tetangga kami. 

"Dia dapat dari truk yang kecelakaan itu kan?"
"Iya," anggukku sambil menahan takut dan menebak-nebak apa selanjutnya.
"Kembalikan itu susu ke yang punya truk, sekarang!"

"Teganya, "batinku.

Ayah bahkan tak membiarkan aku menyelesaikan makan siangku atau berganti seragam sekolah terlebih dahulu. Aku ambil susu di tangannya yang berurat dan gemetar itu. Matanya merah dan berair, aku tak berani menatapnya lebih lama. Aku setengah berlari menuju ke arah truk yang masih dalam posisi terguling, kira-kira 1 km dari rumah. 

Bapak tua yang punya truk bingung saat aku menyerahkan susu kotak itu.

"Ambil aja buat kamu, dik."
"Gak boleh sama Ayah, disuruh balikin," Jawabku.
"Gak apa, cuma 1 kotak kecil. Itu yang lain malah berkardus-kardus dibawa pulang, ambil aja gak apa." Balas yang punya truk. 

Meski ingin, tapi aku sudah tidak punya nyali untuk menerima susu itu. Aku takut Ayah lebih marah lagi jika tau aku menerima susu itu. 

Ayah memang biasa marah, tapi siang itu marah Ayah beda dari biasa. Aku tak pernah meihat Ayah marah begitu rupa, suaranya gemetar dengan mata berkaca-kaca. 

Malamnya, selagi memijit kakinya, Ayah menjelaskan kenapa aku tak boleh mengambil apalagi meminum susu itu tanpa seizin yang punya truk. Penjelasan yang panjang, lengkap dan cenderung membosankan saat itu. Dia mengulang beberapa kalimat soal prinsip rezeki, makan dan minum halal. Baginya, adalah wajib untuk memastikan anak-anaknya makan dan minum dari rezeki yang pantas dan halal. Sesuatu yang halal lebih berkesan meskipun sedikit, dari pada menikmati  yang banyak tapi tidak dari persediaan yang pantas.

"Betapa memalukan dan tidak manusiawi menjarah barang milik mereka yang sedang musibah," tegas Ayah di akhir penjelasannya. Dibalas dengan anggukan dan suara lirihku mengiyakan apa kata Ayah. 

"Itu di kulkas ada susu kotak Ayah belikan tadi, bagi dengan adikmu." Ucapnya dengan senyum sambil menyalakan televisi.




1 comment: