Rindu Mak

Salah satu hal yang paling saya bangga dan syukuri adalah memiliki orang tua sekeren Ayah dan Mak. Ayah, bukan seorang pejabat pemerintah, PNS atau pengusaha kaya raya. Ayah hanya pengusaha material bangunan kecil-kecilan di kampung. Usah yang dirintis bersama Wak Hasan, abangnya. Dengan penghasilan yang tak seberapa, Ayah berusaha segigih mungkin memperjuangkan pendidikan kami, ketujuh anak-anaknya. 


Katanya, dulu Ayah setengah gila kecewa tak bisa melanjutkan sekolahnya karena kondisi ekonomi yang sangat tidak mendukung. Makan saja mesti dijatahin, kadang cuma bisa makan pisang rebus, sebab tak punya beras dan uang untuk membeli. Tapi Ayah hebat, dengan pendidikan hanya sampai SMP, Ayah sempat menjadi guru. Ayah paling jago Aj Jabar atau matematika. Ayah selalu lebih berhasil mengajarkan saya matematika dibandingkan guru-guru saya di MIN. Ayah bisa bahasa Inggris, Ayah punya wawasan luas karena juga rajin membaca dan up to date dengan kabar terkini.

Tapi, kecerdasan dan kegigihan Ayah tak akan cukup jika bukan Mamak pendampingnya. Mak, selalu berusaha mengelola ekonomi keluarga kami seefisien mungkin. Darinya aku belajar bagaimana mandiri. Meski tak punya pekerjaan khusus di luar rumah. Mak selalu punya cara untuk bisa membantu Ayah dari sisi ekonomi. Dia penuhi sendiri semua kebutuhannya. Mak bahkan bisa ikut bantu Ayah memenuhi biaya Abang dan kakak selama kuliah. Dia juga masih bisa menyisihkan uangnya untuk membeli perabot dan lain-lain. 

Beda dengan Ayah, Mak berasal dari keluarga kaya raya. Sayangnya, pendidikan sekolah bukan prioritas bagi keluarga Mak masa itu. Mak hanya lulus sekolah rakyat, atau setingkat SD saat ini. Tapi Mak juga tak kalah hebatnya dengan Ayah. Mak sering membantu saya menyelesaikan PR Matematika. Urusan mengaji juga tak  diragukan. Pendidikan Al Quran pertama kami peroleh dari Mak. Menurut Mak,  anaknya mesti kenal huruf hijaiyah, mampu mengucapkan dengan benar, sebelum masuk pengajian di Kampung. Mak tidak berharap anaknya menjadi beban bagi guru ngaji. Rumah, adalah TPA pertama bagi kami.  Mak juga rajin mengikuti pengajian dan arisan, mak aktif di masyarakat. Hampir setiap minggu ada saja acara dan pengajian yang dia ikuti. 

Mak tak pernah lelah. Saya mengenal Mak sebagai sosok tangguh dengan badan gemuk dan raut muka sumringah. Jarang sekali Mak cemberut. Kontras dengan Ayah yang kurus, manja dan pemarah (tapi baik hati). Dari bangun subuh sampai menjelang tidur malam, Mak tak pernah berhenti berkativitas. Mulai dari memasak, mencuci dan mengurus adik-adikku. Semua dilakukan sendiri, tak ada pembantu, mesin cuci, kompor gas atau mesin air. Semua dikerjakan secara manual. Mak luar biasa, energinya seolah tak pernah habis. 




No comments:

Post a Comment