Mitigasi Perubahan Iklim, Pahlawan?


Gembar gembor dampak perubahan iklim semakin santer. Apalagi paska kenduri akbar COP 15 di Copenhagen yang di nilai banyak kalangan gagal. COP 15 tidak mampu menjawab secara kongrit bagaimana pengurangan emisi selain kesepakatan-kesepakatan umum yang multi tafsir. Dan tentunya, menguntungkan para produsen emisi untuk mangkir dari janji sebelumnya. mengurangi dan menghentikan produksi emisi dari produksi industri maupun kebijakan-kebijakannya.


Nampaknya masyarakat terlalu berharap terhadap sosok Obama yang menjadi sorotan masyarakat dunia saat pilpres. Pertarungan sengit dengan rivalnya begitu menarik perhatian. Harap maklum, Obama merupakan representative ras marginal. Dan ini akan menjadi sejarah pertama buat negara adidaya tunggal, bahwa AS yang selalu mengusung anti perbedaan, negara demokratis, paling menghormati HAM dll - membuktikan selogan-slogannya.

Setelah terpilih, gebrakan demi gebrakan ditunjukan presiden ke 44 AS ini. Dari mulai menyuntikkan dana talangan bagi perusahaan-perusahaan raksasa yang nyaris collapse tertimpa krisis ekonomi, sampai kebijakan militernya. sedangkan untuk perubahan iklim, BO - Telah sesumbar sejak kampanye presiden. Perubahan Iklim menempati posisi khusus kampanye BO didasarkan atas ancaman kehidupan ke depan. Dan Amerika bersama sekutunya telah cukup panas ditempatkan sebagai target kecaman utama atas ogahnya presiden AS sebelumnya menanda tangani protokol Kyoto serta sikap tak perduli atas kesepakatan internasional lainnya.

Angin surga begitu sejuk dan nyaman. Optimisme bangkit diantara serpihan pasimisme, khususnya dari kalangan aktifis. Waktu membuktikan, BO yang diharapkan mampu mendorong legal binding agreement yang terukur jelas.. tidak terwujud. OB mewakili AS, tidak berani berkomitmen secara kongkrit menurunkan produksi emisinya secara kuantitas.  

Dapat dipahami, esepakatan “legal binding” yang diharapkan dalam COP-15 Copenhagen, bukan hanya sekedar kesepakatan biasa. Komitmen ini berimplikasi uang dalam jumlah besar. Kalau sudah bicara masalah uang dalam jumlah banyak, sudah tentu negara-negara maju (annex-1 countries), terutama Amerika, akan berpikir ulang, apalagi disaat kondisi negeranya sedang morat marit.

Indonesia Sebagai Sang Pahlawan
Indonesia, pada satu titik tertentu memang merupakan penyumpang GAS rumah kaca. Kebakaran hutan yang menjadi langganan negeri ini mencatatkan diri negeri ini sebagai penyumbang emisi ke lima di antara negara-negara industri (annex -1). Untuk menarik perhatian dunia, sang presiden pun berkomitmen menurunkan emisinya dengan target 26%, sejak tahun 2005 sebagai ukuran awal. Komitmen tersebut tidak saja disampaikan saat COP 15, tapi juga saat pertemuan pemimpin dunia G20.

Komitmen ini tentu mengagetkan banyak pihak. Dari mana hitungan SBY bisa mencapai target tersebut di tahun 2020? Apa yang akan dilakukan pemerintah koalisi yang hari ke hari kian rapuh ini? adakah blue print yang telah dibuat sehingga memunculkan keyakinan komitmen tersebut? atau sekedar mengikuti langkah "obral janji" presiden yang pernah tinggal dan sekolah di kawasan Menteng - Jakarta?

Ketidakyakinan banyak pihak terhadap komitmen pemerintah RI bukan tanpa alasan. Berbagai kebijakan yang dibuat justru kontra produksi dengan komitmen tersebut. sebut saja tentang kebijakan pemanfaatan rawa untuk perkebunan atau pembukaan hutan untuk kelapa sawit. Dan yang terakhir, kelapa sawit akan dijadikan sektor kehutanan. Kebijakan lain pun sami mawon, pembukaan hutan alam untuk fungsi lain masih terus terjadi. Illegal logging masih tidak tersentuh. Kebijakan transportasi tidak didorong untuk lepas dari bahan bakar fosil. Energy listrik pun masih enjoy dengan bahan baku baru bara. 

Tentu tidak cukup kirannya, komitmen dan langkah-langkah yang akan dicapai tersebut hanya disandarkan dengan harapan dana dari luar (donor). REDD adalah salah satu harapan besar pemerintahan ini untuk mengiringi komitmen menurunkan emisi. demikian juga dana-dana hutang yang mulai ditawarkan negera-negara maju untuk menurunkan emisi negara berkembang, seperti Indonesia.

Jika demikian, dimana letak kepahlawanannya? karena jika ini yang diterapkan, bukankan ini hanya kekonyolan belaka? Menjalankan agenda global tanpa menyentuh substansi atau akar masalah.
1. turunkan emisi global
2. restorasi fungsi ekologis
3. adaptasi terhadap dampak perubahan iklim


Banda Aceh, 21 Februari 2010

No comments:

Post a Comment